|
Fokus
|
|
Kekerasan
|
Kontak
penuh
|
Negara
asal
|
|
Pencipta
|
|
Olahraga
olimpik
|
tidak
|
SEKILAS TENTANG KEMPO :
Di Indonesia biasa disebut dengan Kempo saja.
Shorinji Kempo
diciptakan oleh Doshin So (宗 道臣) pada tahun 1947 sebagai sistem
pelatihan dan pengembangan diri (行: gyo atau
disiplin dalam bahasa jepang).
Kata
Shorinji Kempo sendiri berasal dari kata :
sho = hutan,
rin = bambu,
ji = kuil,
ken = aturan
dan
kempo bermakna "jalan hidup".
Metode
latihannya berdasarkan pada filosofi
"jiwa dan tubuh adalah sebuah
kesatuan yang tak terpisahkan"(心身一如: shinshin
ichinyo) dan
"melatih tubuh dan jiwa" (拳禅一如: kenzen ichinyo).
Dengan cara tersebut Shorinji Kempo mempunyai
tiga manfaat yaitu:
1. "Pelatihan dan pertahanan diri"(護身錬鍛: goshin rentan),
2. "Pelatihan mental" (精神修養: seishin shuyo) dan
3. "Meningkatkan kesehatan"(健康増進: kenko zoshin).
Sejarah Shorinji Kempo — 1947
Doshin So
Pencipta Shorinji Kempo
Menurut
tradisi,yang membawa teknik-teknik bertarung (kempo India, tenjiku nara no
kaku, atau ekkin gyo) adalah Bodhidharma (leluhur Zen) ke Cina 1500 tahun yang lalu
setelah ia meninggalkan India untuk menyalurkan pengajaran sejarah Buddha yang
benar dan mengakhiri perjalanannya di https://id.wikipedia.org/wiki/Vihara_Shaolin
Kuil Shaolin Songshan] yang kini dikenal sebagai Propinsi Hainan. Kemudian,
teknik-teknik ini melahirkan beragam seni bela diri yang tersebar ke seluruh
daratan Cina.
Pada tahun
1928, Kaiso melakukan perjalanan ke Cina dengan tujuan yang kuat, dan ia
mempelajari teknik-teknik esoterik dari berbagai guru yang ia temui sehubungan
dengan ”pekerjaannya yang tidak biasa”.
Pada tahun
1945, dalam keadaan perang di daerah timur laut Cina, Kaiso menyaksikan realita
politik internasional yang keras dimana kepentingan-kepentingan negara dan ras
mengambil tempat utama, dan hanya yang kuat yang benar. Ditengah situasi ini,
Kaiso menyadari bahwa peristiwa-peristiwa yang terjadi sangat dipengaruhi oleh
karakter dan cara berpikir orang-orang yang memiliki pengaruh. Kaiso menyatakan
realita ini sebagai ”Manusianya, manusianya, manusianya - segala sesuatu
tergantung pada sifat-sifat orangnya”. Ia memperhatikan bahwa “apabila
masyarakat diatur oleh orang-orang, maka kedamaian sesungguhnya hanya dapat
datang dari pengembangan rasa kasih sayang, keberanian dan rasa keadilan dalam
diri sebanyak mungkin orang.” Kemudian Ia memutuskan “mengumpulkan anak-anak
muda dengan tujuan yang baik, untuk menerangkan sikap ini kepada mereka, dan
menarik pengertian mereka kurang rasa keadilan, menanamkan kepercayaan diri,
keberanian dan semangat mereka, serta mendidik orang-orang yang ingin berjuang
untuk kebangkitan tanah airnya.
Kembali dari
Cina, Kaiso mendapatkan kacaunya Jepang karena kekalahan. Nilai moralitas dan
kemanusiaan telah hilang, dan masyarakat Jepang saling bermusuhan karena
ketidakadilan dan kekerasan yang dilakukan secara terbuka di mata umum. Dalam
masyarakatnya ini, mayoritas besar anak-anak muda dan dewasa tidak memiliki
harapan akan masa depan dan mengisi hidup dari hari ke hari saja, seperti
gembala yang kebingungan. Menanggapi hal ini, Kaiso mememerintahkan dan
menyusun teknik teknik yang telah ia pelajari selama berada di Cina, dengan menerapkan
sentuhan kreasinya sendiri untuk membuat suatu sistem teknik yang baru yang
dapat dinikmati para individu untuk dipelajari. Ia mengubah rumahnya menjadi
tempat latihan, dan mengajarkan teknik-teknik serta kata-kata nasehat mengenai
pandangan hidupnya dan mengenai dunia. Demikianlah pengembangan individu
dimulai melalui teknik-teknik bela diri Dengan bertujuan memperbaiki individu
secara fisik dan mental dan mengubah masyarakat melalui cara yang damai. Kaiso
menemukan Shorinji Kempo dengan tujuan mengembangkan individu, serta mewujudkan
masyarakat yang damai baik secara materi dan spiritual.
Pada bulan
Oktober 1947, di kampung halamannya di Tadotsu,Daerah Kagawa, Kaiso
mengatur dan menyusun teknik-teknik yang ia pelajari selama berada di Cina,
yang ditambah dengan sentuhan kreatifnya sendiri, dan dengan menamakan sistem
tersebut Shorinji Kempo . Tahun berikutnya, Kaiso secara bersamaan
membentuk Nippon Hoppa Shorinji Kempo Kai dan Komanji Kyodan, dan
pada bulan Desember 1951, a membentuk Kongo Zen Sohonzan Shorinji. Pada
tahun 1956, Kaiso membentuk Nihon Shorinji Bugei Semmon Gakko (Akademi
Budo Shorinji Jepang), dan pada tahun 1957, Zen Nihon Shorinji Kempo Remmei
(Federasi Shorinji Kempo Jepang). Kemudian, pada tahun 1963, ia membentuk
organisasi Shadan Hojin Nihon Shorinji Kempo Remmei (Yayasan Federasi
Shorinji Kempo Jepang), yang secara khusus menerapkan usaha untuk pelatihan
bagi orang-orang muda.
Pada tahun
1980, Kaiso setelah menghabiskan 33 tahun sejak menciptakan Shorinji Kempo
mengajak sejumlah besar anak-anak muda untuk menguatkan tubuh dan pikiran
melalui pendekatan ken zen ichinyo dalam latihan. Namun, pada tangga 12
Mei 1980, Kaiso meninggal dunia karena serangan jantung.
Kini, berkat
Shike Doshin So II, Yuuki So yang mengemban misi Kaiso, Shorinji Kempo tetap
berkembang.
Didirikannya Shorinji Kempo
Kaiso
memperhatikan bahwa dalam semua ilmu bela diri yang telah dipelajarinya, ada
tiga unsur gerakan mendasar — gerakan berputar, lurus dan melambung — dan
berdasarkan penggabungan 10 unsur-unsur inii maka terbagi dalam 2 Metode, yaitu :
1. Metode Halus (ju ho) :
yakni menunduk, melempar, memutar, menekan, mencekik dan membungkuk;
2. Metode keras (go ho) : yakni memukul, menyerang, menendang dan memotong.
Kemudian ia
menganalisa dan menyusun gerakan ini dengan prinsip fisik dan fisiologi.
Kaiso
bermaksud membuat metoda untuk melatih tubuh dan pikiran secara bersamaan
sebagai inti bela diri. Latihan fisik, pendidikan jasmani, dan selanjutnya
membantu menyempurnakan karakter seseorang. Oleh karenanya, ia menggunakan
peraturan latihan yang mudah yang dilukiskan pada dinding byaku-eden di Kuil
Shaolin dan menyusunnya kembali ke dalam bentuk yang sesuai dengan masanya.
Kemudian ditambah pengalaman bertempur yang berharga yang diperolehnya selama
masa perang, memasukkan elemen ciptaannya sendiri, dan terbentuklah Shorinji
Kempo.
Nama Shorinji Kempo
Nama
Shorinji Kempo timbul dari kenyataan bahwa suhu Kaiso, Tai Zong Wen, biarawan
Kuil Shaolin, menyalurkan warisan Giwamon ken(義和門拳) kepada
Kaiso di Kuil Shaolin. Kaiso ingin melanjutkan nama Shorinji dan
kaitan-kaitannya dengan suhu penemu Zen- Boddhidharma serta menghormati
pembentukan kembali latihan teknik bela diri sebagai gyo.
Sejak zaman dahulu di
Cina dan Jepang, seni bela diri yang mekar di Kuil Shaolin Songshan di Propinsi
Hainan Cina telah dikenal sebagai seni bela diri Shaolin (shorin bujutsu), di
antara gaya-gaya tanpa senjata ini dikenal sebagai Pukulan Shaolin (shorin ken)
atau Seni Pukulan Shaolin (shorin Kenjutsu).
Sebaliknya, ”Shorinji Kempo”
merupakan versi bela diri baru sejak pasca perang Jepang.
Ia dibentuk oleh
Kaiso berdasarkan teknik-teknik yang ia pelajari pada masa mudanya, kemudian
disusun kembali sesuai dengan masa sekarang dan dikembangkan dengan unsur-unsur
ciptaannya sendiri.
Falsafah Kempo
Karena seni
bela diri kempo waktu itu menjadi bagian dari latihan bagi para calon bhiksu, dengan
sendirinya ilmu itu harus mempunyai dasar falsafah yang kuat. Dengan dilandasi
agama Budha,
yaitu tidak boleh membunuh dan menyakiti, maka semua kenshi (pemain
Kempo) dilarang menyerang terlebih dahulu sebelum diserang.
Hal ini menjadi
doktrin Kempo, bahwa
"perangilah dirimu sendiri sebelum memerangi orang
lain".
Berdasarkan doktrin ini mempengaruhi pula susunan beladiri ini,
sehingga gerakan teknik selalu dimulai dengan mengelak/menangkis serangan
dahulu, baru kemudian membalas. Selanjutnya disesuaikan menurut kebutuhan yakni
menurut keadaan serangan lawan.
“
|
Kasih sayang tanpa kekuatan adalah kelemahan. Kekuatan tanpa kasih sayang
adalah kezaliman.
|
”
|
– Doktrin Shorinji Kempo
|
Dharma
selalu mengajarkan bahwa disamping dilarang menyerang juga tidak selalu setiap
serangan dibalas dengan kekerasan.
Sehingga dalam ilmu kempo itu lahirlah apa
yang berbentuk mengelak saja. Cukup menekukkan bagian-bagian badan lawan,
kemudian mengunci dan apabila terpaksa barulah dilakukan penghancuran
titik-titik lemah lawan.
Bentuk yang
pertama dikenal sebagai Juho
dan yang berikutnya sebagai Goho.
Setiap kenshi diharuskan menguasai teknik Goho (keras) dan Juho (lunak),
artinya tidak dibenarkan apabila hanya mementingkan pukulan dan tendangan saja
dengan melupakan bantingan dan kuncian.
Lambang Shorinji Kempo
Manji telah
digunakan untuk tanda Shorinji Kempo seperti yang digunakan dalam Buddhisme
selama berabad-abad.
Manji memiliki dua arti yang menjadi satu kesatuan yaitu
kasih sayang (menghadap-kiri) dan kekuatan (menghadap-kanan) yang melambangkan
ajaran Kongo-zen.
Namun,
penyebaran Shorinji Kempo melalui World Shorinji Kempo Organization
(WSKO), itu menjadi penghalang besar untuk digunakan. Dalam hal ini, WSKO telah
menggunakan surat 拳 (ken) di pusat Tate-Manji (Manji
dijaga oleh perisai) pada lambang atau menggunakan Nagare-Manji yang berarti
bulat Manji.
Pada tahun
2005, Shorinji Kempo Group menggunakan tanda baru sebagai simbol baru Shorinji
Kempo di seluruh dunia, sebagai satu kesatuan.
Tanda baru
ini disebut so-en (lingkaran ganda) dan dikatakan bahwa ini adalah
bentuk ekstrim dari sepasang Manji. Tanda so-en dikelola dan haknya
dilindungi oleh Shorinji Kempo Grup.
Tanda Shorinji Kempo dari tahun
1947-2005
Tanda Shorinji Kempo dari tahun
2005-sekarang
Sejarah Shorinji Kempo di Indonesia
Sejak akhir
tahun 1959,
pemerintah Jepang menerima mahasiwa dan pemuda Indonesia
untuk belajar dan latihan sebagai salah satu bentuk pembayaran pampasan perang. Sejak itu
secara bergelombang dari tahun ke tahun sampai tahun 1965, ratusan
mahasiswa dan pemuda Indonesia mendapat kesempatan belajar di Jepang. Tidak
sedikit di antara mereka itu memanfaatkan waktu senggang dan liburannya untuk
belajar serta memperdalam seni beladiri seperti Karate, Judo, Ju Jit Su dan
juga Kempo.
Sepulangnya
ke tanah air, mereka bukan saja memperoleh ijazah sesuai dengan bidang studinya
tetapi juga memperoleh tambahan berupa penguasaan beberapa seni bela diri.
Pada tahun 1964, dalam suatu
acara kesenian yang dipertunjukkan mahasiswa Indonesia untuk menyambut
tamu-tamu dari tanah airnya, seorang pemuda yang bernama Utin Syahraz mendemonstrasikan
Shorinji Kempo.
Apa yang didemonstrasikannya itu menarik minat pemuda dan
mahasiswa Indonesia lainnya, diantaranya Indra Kartasasmita dan Ginanjar
Kartasasmita serta beberapa orang lainnya.
Uthin Syahraz (alm.)
Mereka lalu datang ke pusat Shorinji
Kempo di kota Tadotsu untuk menimba langsung seni bela diri itu.
Untuk
meneruskan warisan seni bela diri itu di Indonesia, ketiga pemuda tersebut
yaitu Utin Sahras (almarhum), Indra Kartasasmita dan Ginanjar Kartasasmita,
akhirnya membentuk suatu organisasi olah raga Shorinji Kempo, yang bernama
PERKEMI (Persaudaraan Bela Diri Kempo Indonesia) pada tanggal 2 Februari 1966.
Di
Indonesia, Perkemi berada dibawah naungan KONI Pusat.
Indra Kartasasmita
Perkemi juga menjadi
anggota penuh dari Organiasasi Federasi Shorinji Kempo se-Dunia atau WSKO (World
Shorinji Kempo Organization), yang berpusat di kuil Shorinji Kempo di kota
Tadotsu, Jepang.
Sejak tahun
1966 sampai tahun 1976, PB. PERKEMI mengadakan pemilihan pengurus setiap dua
tahun sekali. Tapi sejak tahun 1976 sampai sekarang masa bakti pengurus
berlangsung selama empat tahun.
Pada tahun
1970 diselenggarakan Kejuaraan Nasional Kempo yang pertama di Jakarta, dan pada
tahun 1971 diadakan Kejuaraan Kempo antar Perguruan Tinggi yang pertama. Kempo
mulai dipertandingkan sejak PON IX tahun 1977 di Jakarta
Ginandjar Kartasasmita
Kempo di
Sulawesi Utara
Organisasi Beladiri Kempo adalah salah satu beladiri yang ada di SULUT dan cukup besar mendapat respon baik bahkan sangat di minati masyarakat di daerah minahasa Sulawesi Utara.
Para Pengurus Kempo yang juga Simpay (sebutan untuk pelatih) sangat aktif dalam upaya memperkenalkan dan memperbesar organisasi Kempo ini di tanah Minahasa yang juga telah mengenal beberapa jenis beladiri lainnya.
Pengprop Perkemi Sulut beserta para simpay yang ikut membesarkan kempo di Sulawesi utara antara lain simpay Drs Deidy Katili, Simpay Jakobus (Simpay Senior/sudah berumur tetapi tetap berjiwa semangat), simpay Malik Agus, Simpay Susiana Mopangga, Simpay Denny Politon, Simpay Calve, Simpay Reinheart, Simpay Kenny Makalew, Simpay Denny Sengkey, Simpay Nover, Simpay Hamka dan Simpay - simpay Manado lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Beberapa Dojo yang ada di Sulawesi Utara yang masih aktif
-Dojo Pertamina Bitung
-Dojo Wangurer Bitung
-Dojo Bimoli Bitung
-Dojo Kakenturan I
-Dojo Perum Polresta Bitung
-Dojo SMK Kema Perintis
-Dojo Kauditan
-Dojo UNSRAT
-Dojo Gramedia
-Dojo Tagulandang
-Dojo UNIMA (Dalam proses)
-Dojo Kakaskasen
Rasa Persaudaraan yang dipegang teguh oleh para kenshi yang tergabung dalam organisasi yang di kenal dengan Organisasi PERKEMI (Persaudaraan Beladiri Kempo Indonesia) untuk Indonesia dan secara umum di kenal dengan organisasi Shorinji Kempo, menjadi daya tarik sendiri bagi masyarakat tidak terkecuali yang ada di Sulawesi Utara.
Selain kekompakan dalam berorganisasi, para kenshi (Sebutan bagi pengikut organisasi kempo) yang aktif dan berkemauan besar dalam mengikuti latihan juga sangat besar mendapatkan peluang/kesempatan menjadi atlet.
tidak ada istilah "pandang bulu" dalam organisasi ini, kemampuan kenshi menjadi faktor utama dalam penilaian ketentuan dalam mengikuti kejuaraan.
Untuk pertandingan Kempo, yang dipertandingkan dalam 2 kategori yaitu nomor embu (tanding) dan randori (tanding).untuk Sulawesi Utara nomor Randori menjadi pilihan dan sampai saat ini khusus nya di kelas 50 Puteri, Atlet Sulawesi Utara yang juga Simpay di Dojo Cabang Bitung yaitu Simpay Susiana Mopangga, selalu di perhitungkan dan selalu dianggap sebagai lawan tangguh di arena mengingat 4x PON berturut - turut Simpay Susi begitu sapaan para kenshi dan simpay yang mengenalnya, selalu masuk dalam pertarungan hingga 3 besar dan secara tidak langsung selalu membawa pulang medali untuk Sulawesi Utara. dari medali itu pula, membuat Nama Kempo di Sulawesi Utara selalu di perhitungkan karena selalu membawa pulang medali.